PERLUNYA SAK KONVERGEN KE IFRS
PSAK No
58 adalah peryataan standar akuntansi keuangan tentang Operasi dalam
Penghentian. Isi dari peryataan ini (PSAK No 58 ) bertujuan untuk
prinsip-prinsip pelaporan infornasi tentang operasi dalam penghentian, yang
diterapkan untuk operasi dalam penghentian pada semua perusahaan. Suatu operasi
dalam penghentian dapat dilepaskan secara keseluruhan atau sebagian demi
sebagian, tetapi proses tersebut harus selalu dilaksanakan sesuai dengan suatu
rencana keseluruhan untuk menghentikan operasi tersebut.
IFRS (International Financial Reporting Standard) merupakan
pedoman penyusunan laporaan keuangan yang diterima secara global. Jika sebuah
negara menggunakan IFRS, berarti negara tersebut telah mengadopsi sistem
pelaporan keuangan yang berlaku secara global sehingga memungkinkan pasar dunia
mengerti tentang laporan keuangan perusahaan di negara tersebut berasal.
Alasan perlunya standar
akuntansi internasional :
· Peningkatan daya banding laporan keuangan dan memberikan
informasi yang berkualitas di pasar modal internasional
· Menghilangkan hambatan arus modal internasional dengan
mengurangi perbedaan dalam ketentuan pelaporan keuangan.
· Mengurangi biaya pelaporan keuangan bagi perusahaan
multinasional dan biaya untuk analisis keuangan bagi para analis.
· Meningkatkan kualitas pelaporan keuangan menuju “best practise”.
Permasalahan yang dihadapi dalam impementasi dan adopsi IFRS :
· Translasi Standar Internasional
· Ketidaksesuaian Standar Internasional dengan Hukum Nasional
· Struktur dan Kompleksitas Standar Internasional
· Frekuensi Perubahan dan Kompleksitas Standar Internasional
Perbandingan IFRS dan PSAK
· IFRS
• S/d status 2006, terdiri 37 standar dan 20 interpretasi:
- 7 new standards IFRS
- 30 standar IAS
- 9 new Interpretation (IFRIC)
- 11 Interpretasi (SIC)
- Dimulai sejak 1974 (IAS)
- Lebih merupakan standar umum, hanya ada 4 standar khusus industry
- Berbagi berbasis pembayaran
- Penggabungan usaha
- Kontrak Asuransi
- Aset Tidak Lancar yang
Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan
- Eksplorasi dan Evaluasi Sumber
Daya Mineral
- Instrumen Keuangan: Pengungkapan
· PSAK
• S/d status 2006, PSAK s/d 2006, terdiri dari 59 standar dan 6 interpretasi,
umumnya adari IAS, namun beberapa menggunakan referensi SFAS.
- Dikembangkan sejak 1994 (PAI)
- Ada banyak standar khusus
industri (15 standar)
- Belum diadopsi.
- PSAK 53 belum adopsi IFRS
2, referensi menggunakan US SFAS 123.
- PSAK 22 belum mengadopsi
IFRS 3, referensi menggunakan IAS 22 (1993).
- PSAK 28 dan 36, belum
adopsi IFRS 4, referensi menggunakan US SFAS dan regulasi industri asuransi.
- PSAK 58 belum adopsi IFRS
5, referensi menggunakan IAS 35 (1998).
- PSAK 29 dan 33, belum
adopsi IFRS 6, referensi US SFAS dan regulasi industry
- PSAK 31 dan 55, belum
adopsi IFRS 7, referensi menggunaka IAS 30, US SFAS dan regulasi industri.
Indonesia akan mengadopsi
IFRS secara penuh pada 2012, Strategi adopsi yang dilakukan untuk konvergensi
ada dua macam, yaitu big bang strategy dan gradual strategy. Big bang strategy
mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa melalui tahapan – tahapan tertentu.
Strategi ini digunakan oleh negara – negara maju. Sedangkan pada gradual
strategy, adopsi IFRS dilakukan secara bertahap. Strategi ini digunakan oleh
negara – negara berkembang seperti Indonesia.
Permasalahan Yang Dihadapi Dalam Implementasi
Dan Adopsi IFRS
1. Translasi Standar Internasional
Terdapat kesulitan dalam penerjemahan IFRS
(bahasa Inggris) ke bahasa masing-masing negara
· Penggunaan kalimat bahasa Inggris yang panjang
· Ketidakkonsistenan dalam penggunaan istilah
· Penggunaan istilah yang sama untuk menerapkan
konsep yang berbeda
· Penggunaan istilah yang tidak terdapat
padanandalam terjemahannya
· Keterbatasan pendanaan untuk penterjemahan
2. Ketidaksesuaian Standar Internasional dengan Hukum Nasional
· Pada beberapa negara, standar akuntansisebagai
bagian dari hukum nasional dan ditulisdalam bahasa hukum. Disisi lain,
standarakuntansi internasional tidak ditulis denganbahasa hukum sehingga harus
diubah olehdewan standar masing-masing Negara.
· Terdapat transaksi-transaksi yang diaturhukum
nasional berbeda dengan yang diaturstandar internasional. Misal: transaksi
ekuitasuntuk perusahaan di Indonesia berbedaperlakuan untuk PT, Koperasi atau
badanhukum lainnya.
3. Struktur dan Kompleksitas Standar Internasional
· Adanya kekhawatiran bahwa standar
internasional akan semakin kompleks dan rules-based approach.
· Standar mengatursecara detil setiap transaksi
sehingga penyusun LK harus mengikuti setiap langkah pencatatan.
· Penerapan standar sebaiknya menggunakan principles-based
approach. Standar hanya mengatur prinsip pengakuan, pengukuran,
danpencatatan suatu transaksi.
4. Frekuensi Perubahan dan Kompleksitas Standar Internasional
· Standar akuntansi internasional perludipahami
secara jelas sebelumditerapkan. Tentunya butuh cukup waktubagi penyusun laporan
keuangan, auditor,dan pengguna laporan keuangan untukmemahami suatu standar
akuntansi.
· Bila standar akuntansi sering berubah-ubah
maka akan sangat sulit dipahamiapalagi diterapkan.
Sasaran konvergensi PSAK ke IFRS yang direncanakan Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (DSAK) IAI:
1. Tahap adopsi (2008 – 2010)
Adopsi seluruh IFRS ke PSAK, Persiapan infrastruktur yang diperlukan, Evaluasi
dan kelola dampak adopsi terhadap PSAK yang berlaku.
2. Tahap persiapan akhir ( 2008 – 2010)
Penyelesaian persiapan infrastruktur yang diperlukan, Penerapan secara bertahap
beberapa PSAK berbasis IFRS.
3. Tahap implementasi (2008 – 2010)
Penerapan PSAK berbasis IFRS secara bertahap, Evaluasi dampak penerapan PSAK
secara komprehensif.
PRINSIP HISTORICAL COST VS FAIR VALUE
Historical cost jika dikaitkan dengan
karakteristik kualitatif laporan keuangan, tingkat keterandalan (reliability)
tinggi, namun keberpautan (relevance)
rendah. Hal ini dikarenakan dasar dari pencatatan adalah bukti transaksi yang
telah terjadi di masa lalu. Transaksinya sudah terjadi dan dapat dibuktikan,
membuat keterandalan tinggi. Namun transaksi itu terjadi di masa lalu sehingga
keberpautan rendah. Jika dilihat secara konseptual, akuntansi merupakan alat
untuk ‘mengcapture‘
kejadian-kejadian ekonomik dalam suatu entitas dan melaporkannya dalam laporan
keuangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa akuntansi diciptakan sebagai alat
pelaporan kejadian ekonomik historis.
Jika dibandingkan dengan historical cost, fair value tingkat keterandalan lebih rendah
namun keberpautan tinggi. Hal ini dikarenakan fair
value tidak
didasarkan pada keterjadian transaksi (transaksi belum terjadi) namun berdasar
pada nilai perusahaan saat ini jika transaksi dilakukan (misalnya harga dalam
jual beli mengikat, harga pasar aktif terkini, harga pasar sejenis, atau
berdasar model perhitungan yang dijustifikasi oleh appraisal). Sehingga, karena
transaksi tidak terjadi dan tidak ada bukti transaksi, fair value tingkat keterandalannya lebih
rendah. Namun, fair
value menunjukkan
nilai terkini sehingga keberpautan tinggi.
Fair value yang tidak berdasarkan pada
transaksi yang terjadi, membuat patton & littleton menganggap bahwa fair value kurang pas jika dijadikan sebagai
alat ukur dalam laporan keuangan utama. Namun, untuk menunjukkan seberapa
bernilainya entitas saat ini, fair
valuedapat digunakan untuk melengkapi historical cost.
Dalam
IFRS, fair value untuk aset merupakan sebuah pilihan
metode pengukuran selainhistorical
cost. Untuk instrumen keuangan tertentu, fair value merupakan suatu keharusan. Hal ini
dikarenakan fair value bertujuan untuk menunjukkan
seberapa bernilainya aset/instrumen keuangan saat ini. Sehingga untuk instrumen
keuangan yang tujuan dari penyajiannya lebih mengutamakan nilai jika saat ini
dijual, atau pengguna laporan keuangan lebih membutuhkan informasi mengenai
seberapa bernilainya instrumen keuangan tersebut, fair value lebih tepat untuk digunakan.
IFRS
memberikan pilihan pengukuran karena penggunaan fair value bisa jadi akan melanggar constraint cost-benefit bagi entitas, yang mana cost penyajian laporan keuangan harus
lebih kecil dari benefitnya. Fair value yang keterandalannya rendah, akan
membutuhkan lebih banyak justifikasi (misalnya penggunaan appraisal), sehingga costnya juga akan lebih
tinggi.
Pada
praktiknya, entitas lebih banyak yang memilih tetap menggunakan historical costdaripada fair value.
Jika dikatakan
bahwa IFRS = fair
presentation, maka hal ini jauh tepat. Penyajian wajar
merupakan salah satu karakteristik kualitatif yang diutamakan dalam IFRS. Fair valueatauhistorical
cost dapat
dipilih dan digunakan, asalkan mencerminkan konsep fair presentation.